Educational Mismatch di Era Kerja Milenial

Isu mengenai educational mismatch bukanlah hal yang tabu atau asing, karena hal ini banyak dinormalisasikan dan umum di dunia kerja. Secara umum, educational mismatch mengacu pada kurangnya hubungan antara pendidikan yang tersedia dengan pekerjaan yang ditawarkan (Wardani & Fatimah, 2020). Fenomena ini sering disebut dengan job-education mismatch atau job-skill mismatch, yaitu kurangnya keselarasan antara tingkat pendidikan saat ini dan pekerjaan yang tersedia (Marcelline & Adiati, 2021). Job-skill mismatch sendiri dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu vertical mismatch dan horizontal mismatch. Yang pertama mengacu pada ketidaksesuaian antara tingkat pendidikan dan pekerjaan (over education atau under education), dan yang kedua mengacu pada ketidaksesuaian antara bidang pendidikan dan pekerjaan meskipun tingkat pendidikan memenuhi kualifikasi pekerjaan (Arjuni, Priyatama, & Satwika, 2019).

Menurut survey yang dilakukan oleh International Labour Organization (2015) Educational Mismatch di negara ASEAN sendiri masih terbilang cukup tinggi. Sebagai contoh, Vietnam mengalami 47,3 persen skill mismatch, di antaranya sebanyak 23,5 persen termasuk dalam kategori over-educated dan sisanya tergolong undereducated. Indonesia memiliki lulusan sarjana cukup banyak, tetapi horizontal education mismatch yang dialami masyarakat sangat tinggi, yang berarti lapangan pekerjaan dan latar belakang pendidikan tidak sesuai. Hal yang selaras dungkapkan melalui Survei oleh jobStreet.com yang diikuti 251 HRD berbagai perusahaan menunjukkan bahwa sebesar 92,8 persen merasa kesulitan untuk mendapatkan calon pekerja yang memenuhi kriteria yang diinginkan perusahaan. Hal tersebut dikarenakan oleh kurangnya keahlian dan bidang pendidikan yang kurang luas.

Apakah educational mismatch selalu menjadi hal yang salah di dunia kerja?

Tentu, karena Job-education mismatch menjadi masalah karena ketika seseorang bekerja pada bidang pekerjaan yang tidak berhubungan dengan latar belakang pendidikan yang ia tempuh, maka ia harus bekerja ekstra untuk memenuhi keterampilan atau kompetensi yang diminta oleh perkerjaan tersebut. Mereka harus mempelajari hal-hal baru, kultur baru, istilah-istilah baru, serta ilmu pengetahuan yang berbeda dengan yang mereka pelajari sebelumnya dan lain sebagainya, dari hal-hal tersebut tidak jarang membuat pekerja merasa tidak nyaman dengan pekerjaannya (Wardani & Fatimah, 2020).

Dalam penelitian yang dilakukan Artés dkk (2014) yang menggunakan sampel data dari European Social Survey (ESS) dengan total 34.969 pada 28 negara ditemukan bahwa pekerja yang mengalami undereducation (job mismatch) mempunyai tingkatan kesejahteraan yang rendah dibandingkan dengan rekannya. Ini bisa disebabkan oleh semacam rasa rendah diri dari yang disebabkan oleh kurang sesuainya bidang pendidikan yang dimilki pekerja tersebut saat bekerja, serta mereka lebih banyak berjuang untuk melakukan pekerjaan yang mana pekerjaan tersebut sebenarnya tidak mereka kuasai (Marcelline & Adiati, 2021).

Apa sih penyebab awal dari educational mismatch?

Hal tersebut dapat terjadi karena calon pekerja tersebut tidak memiliki kemampuan individual yang cukup memadai untuk bekerja. Hal lain yang dapat menyebabkan terjadinya educational mismatch di dunia kerja adalah bahwa kekurangan keterampilan disebabkan oleh fakta bahwa terlalu banyak siswa memilih jurusan yang mereka minati atau inginkan dibandingkan dengan permintaan pasar tenaga kerja (Wardani, et al., 2020).

Bagaimana solusi yang tepat?

Solusi secara umum yang dapat diberikan adalah ketika akan mendaftar kuliah atau studi tingkat lanjut, lebih baik anak tersebut didampingi untuk melakukan riset kecil-kecilan mengenai bidang yang disukai namun dengan membuka mata untuk mengetahui kebutuhan pasar. Hal ini selaras dengan pernyataan Korpi dan Tåhlin (2009) bahwa tingkat pendidikan pekerja meningkat seiring dengan meningkatnya tuntutan dalam dunia kerja (Jamalludin, 2021). Solusi lain untuk mereka yang sudah mapan dalam pekerjaan namun masih perlu penyesuaian dalam skill adalah Upgrading, dimana pekerja menambah sekolah lanjutan atau mencari pelatihan yang sekiranya akan sesuai dengan bidang kerja yang dilakukannya (Jamalludin, 2021).

Referensi

Arjuni, R., Priyatama, A. N., & Satwika, P. (2019). Quality of work-life in employees experiencing a job-skill mismatch. Psikohumaniora: Jurnal Penelitian Psikologi, Vol 4, No 2, 171–180.

Jamalludin. (2021). Pekerja Mismatch Antargenerasi : Pendekatan Age-Period-Cohort. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik Indonesia, Volume 8, No. 2, 161-179.

Marcelline, A., & Adiati, R. (2021). Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kesejahteraan Psikologis pada Karyawan yang Mengalami Job Mismatch. Buletin Riset Psikologi dan Kesehatan Mental , Vol. 1(2), 1319-1330 .

Wardani, L. M., & Fatimah, S. (2020). Kompetensi Pekerja dan Efeknya terhadap Work Engagement: Riset pada Pekerja dengan Horizontal Education Mismatch. Jurnal Psikologi Sosial, Vol. 18, No. 1, 73-85.

Wardani, L. M., Sekarini, D., Syaputra, R., Kartikawati, M., Dawanti, R., Mulia, D., & Malek, M. (2020). Career of horizontal education mismatch workers: Career competency, job crafting, and work engagement. Journal of Education and Learning (EduLearn), Vol. 15, No. 3, 414-424.

Tinggalkan komentar